Jumat, 20 Juni 2014

PENGKREDITAN

PENGKREDITAN

Pada dasarnya, perkataan kredit kampir dikenal oleh seluruh masyarakat. Kata kredit sudah bukan lagi menjadi kata yang asing dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pengertian kehidupan masyarakat, kata kredit sering dipersamakan dengan pengertian pinjaman atau utang.
Secara etimologi, kata kredit berasal dari bahasa Yunani, yaitu : “Credere” yang berarti “kepercayaan”. Seorang yang memperoleh kredit berarti memperoleh suatu kepercayaan (Muhamad Djumhana2000 :365).
Pengertian kredit apabila ditinjau dari sudut ekonomi adalah suatu penundaan pembayaran dimana pengembalian atas penerimaan uang atau barang (prestasi) tidak dilakukan bersamaan pada saat menerimanya, akan tetapi pengembaliannya dilakukan pada saat tertentu yang akan  datang (Hasanuddin Rahman, 1998 : 34).
Haymind P. Kent (Thomas Suyatno, 1998 : 11) mengemukakan sebagai berikut :
“Kredit adalah hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu diminta atau pada waktu yang akan datang karena penyerahan barang-barang sekarang.

Pengertian kredit dikemukakan pula oleh J.A. Levy, yakni:
“Menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit. Penerima kredit berhak untuk mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman itu di belakang hari (Mariam Darus Badrulzaman, 1993 : 21).

Selain batas pengertian kredit yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas, pengertian kredit secara yuridis pun ditemukan dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 7 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang merumuskan pengertian kata kredit sebagai berikut :
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain. Yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Sejalan dengan pengertian di atas Munir Fuady (1996 : 2) mengemukakan bahwa kata “kredit” berarti kepercayaan, karena itu memberi mestilah disertai unsur saling percaya, yakni rasa saling percaya antara kreditur sebagai pemberi kredit dan debitur sebagai  penerima kredit. Akan tetapi dalam dunia bisnis, kepercayaan itu hanya semu belaka karena kenyatannya masih banyak pemberian kredit yang didasarkan kepercayaan itu menjadi macet.
Menurut Sutan Remy Sjahdeini (1993 : 158) bahwa yang dimaksud perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam uang antara bank dan nasabah debitor yang mewajibkan pihak nasabah (debitor) untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan sejumlah bunga dan pemberian hasil keuntungan. Sutan Remy Sjahdeini, (1993 : 45) mengemukakan pula bahwa dalam praktek sehari-hari persetujuan pemberian kredit dinyatakan dalam bentuk perjanjian tertulis baik dibawah tangan  maupun dihadapan notaris dan sebagai pengamanan bahwa pihak peminjam akan memenuhi kewajibannya, maka debitor akan menyerahkan jaminan/agunan.
Pengertian kredit yang ditentukan dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1998, yaitu:
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Sejalan dengan itu Tjiptonugroho (Sentosa Sembiring, 2000 : 51) mengemukakan bahwa :
“Intisari dari kredit sebenarnya adalah kepercayaan, suatu unsur yang harus dipegang sebagai benang merah melintasi falsafah perkreditan dalam arti sebenarnya, bagaimanapun bentuk, macam dan ragamnya dan dari manapun asalnya kepada siapapun diberikan.

Sedangkan O.P Simorangkir (Budi Untung, 2000 : 1) mengemukakan bahwa :
“Kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas prestasi (kontra prestasi) yang akan terjadi pada waktu yang akan datang. Kehidupan ekonomi modern adalah prestasi uang, yang dengan demikian transaksi kredit menyangkut uang sebagai alat kredit. Kredit berfungsi koperatis antara si pemberi kredit dan sipenerima kredit atau antara kreditor dan debitor. Mereka menarik keuntungan dan saling menanggung risiko. Singkatnya, kredit dalam arti luas didasarkan atas komponen kepercayaan, risiko, dan pertukaran ekonomi di masa mendatang”.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Menanggapi ketentuan dalam pasal tersebut, Abdulkadir Muhammad (2000 : 58) mengemukakan unsur-unsur esensial dalam konsep kredit sebagai berikut :
a.     Kepercayaan. Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap kredit bank, yaitu kredit yang diberikan itu dapat dikembalikan sesuai dengan persyaratan yang disepakati bersama;
b.     Agunan. Setiap kredit yang akan diberikan selalu disertai barang yang berfungsi sebagai jaminan bahwa kredit yang diterima oleh calon debitor pasti akan dilunasi dan ini akan meningkatkan kepercayaan pihak bank;
c.     Jangka waktu. Pengembalian kredit didasarkan pada jangka waktu tertentu yang layak, jangka waktu berakhir jika kredit dilunasi;
d.     Risiko. Jangka waktu pengembalian kredit mengandung risiko terhalang atau terlambat, atau macetnya pelunasan kredit;
e.     Bunga bank. Setiap pemberian kredit selalu disertai imbalan berupa bunga yang wajib dibayar oleh calon debitor dan ini merupakan keuntungan yang diterima oleh bank;
f.      Kesepakatan. Semua persyaratan pemberian kredit dan prosedur pengembalian kredit serta akibat hukumnya adalah hasil kesepakatan dan dituangkan dalam akta perjanjian yang disebut kontrak kredit.
Berkaitan dengan hal di atas berarti bahwa kredit hanya dapat diberikan kepada mereka yang dipercaya mampu mengembalikan kredit di kemudian hari. Jika dijabarkan lebih lanjut lagi bahwa pemenuhan kewajiban mengembalikan pinjaman itu sama artinya dengan kemampuan memenuhi prestasi suatu perikatan.


E. Kredit Bermasalah
Bank dalam setiap perjanjian kredit selaku kreditor percaya bahwa setiap debitor memiliki kemampuan memenuhi kewajibannya untuk melunasi segala hutang yang telah disepakati antara bank dengan debitor. Akan  tetapi, dalam kenyataannya tidak seperti yang diharapkan sebelumnya. Berbagai macam faktor di luar perhitungan atau jangkauan perkiraan dapat terjadi, sekalipun telah dilakukan analisis mendalam dan penuh kehati-hatian melalui verifikasi dan analisis kredit yang baik.
Timbulnya risiko yang tidak diharapkan ini menandakan bahwa kredit bermasalah tersebut adalah bagian dari kehidupan bisnis perbankan. Kredit bermasalah seringkali dipersamakan dengan kredit macet, padahal keduanya memiliki pengertian yang berbeda. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kolektibilitas macet ditambah dengan kredit-kredit yang memiliki kolektibilitas diragukan yang mempunyai potensi menjadi macet. Sedangkan kredit macet adalah kredit yang angsuran pokok dan bunganya tidak dapat dilunasi selama lebih dari 2 (dua) masa angsuran. Penyelesaian kredit  macet kemudian diserahkan kepada Pengadilan/KP2LN (Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara) atau diajukan tuntutan kepada Perusahaan Asuransi Kredit.
Dengan demikian, kredit macet merupakan kredit bermasalah, tetapi kredit bermasalah belum tentu atau tidak seluruhnya merupakan kredit macet. Dalam pada  itu, penyebab timbulnya kredit bermasalah sendiri menurut Soedrajad Djiwandono (Mudrajad Kuncoro, 2002:470) dapat disebabkan faktor internal dan eksternal. Faktor Internal antara lain disebabkan oleh kebijakan perkreditan yang kurang menunjang, kelemahan sistem dan prosedur penilaian kredit, pemberian dan pengawasan kredit yang menyimpang dari prosedur, itikad yang kurang baik dari pemilik, pengurus, dan pegawai bank. Sedangkan faktor eksternal antara lain disebabkan oleh lingkungan usaha debitor, musibah atau kegagalan usaha, persaingan antar bank yang tidak sehat.
Sehubungan dengan upaya penyelesaian kredit yang bermasalah sebagaimana dimaksudkan terdahulu, Retnowulan Sutantio (1996:245) mengemukakan bahwa baik kredit bermasalah maupun kredit macet tersebut diukur dari kolektibilitas kredit yang bersangkutan artinya kapan suatu kredit dikatakan bermasalah atau macet dapat dilihat dari kolektibilitasnya.
Kedudukan bank sebagai lembaga keuangan yang bergerak di bidang kredit berpengaruh besar terhadap lancar tidaknya arus lalu lintas pembayaran yang diperlukan dalam peningkatan pembangunan bidang ekonomi Indonesia. Sebagai lembaga keuangan yang melepaskan uangnya kepada masyarakat tentu bank berharap untuk dapat memperoleh keuntungan berupa bunga yang dibebankan pada saat perjanjian kredit terjadi.
Harapan itu baru akan terwujud dan menjadi kenyataan, apabila bank bertindak hati-hati, terutama dalam menentukan siapa yang patut diberi kredit dan berapa besar kredit yang diberikan, setelah mengetahui jaminannya.
Bank senantiasa menjaga bahwa perjanjian yang dibuat dengan debitor itu tidak cacat menurut hukum serta memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian. Apabila bank sejak dini sudah bertindak hati-hati, dapatlah diharapkan bahwa kredit yang diberikan oleh pihak kreditor kepada debitor terjamin pengembaliannya dalam jangka waktu yang ditentukan. Bila hal ini terjadi maka tujuan memperoleh profit akan tercapai sehingga segala sesuatu terlaksana sesuai yang diharapkan.
Bank dalam menyalurkan kreditnya selalu menerapkan prinsip 5 C, menurut Retnowulan Sutantio (1998, 319 : 320) yang dimaksud dengan 5 C itu adalah :
Character adalah kepribadian, moral, kejujuran calon debitor selalu harus diteliti seksama terutama dalam menghadapi debitor yang baru. Hal-hal yang perlu diteliti adalah sifat pribadi yang meliputi cara hidup, keadaan keluarga, riwayat dan nama baik calon debitor di masyarakat.
Capacity adalah kemampuan debitor dalam mengendalikan dan mengembangkan usahanya serta kesanggupannya dalam menggunakan kredit yang bakal diterimanya. Hal ini terkait dengan latar belakang pendidikan, pengalaman dan keadaan usahanya pada waktu permohonan kredit diajukan.
Capital adalah suatu modal yang dimiliki debitor pada waktu permohonan kredit diajukan. Keadaan perusahaan yang dikelolanya harus dinilai dengan cermat sebelum permohonan dikabulkan seluruhnya, sebagian atau ditolak sama sekali.
Colleteral adalah agunan atau jaminan berupa benda yang diberikan oleh calon debitor. Dengan jaminan ini maka bank akan lebih terjamin bahwa kredit yang diberikannya akan dapat diterima kembali pada waktu yang ditentukan.
Condition adalah keadaan ekonomi pada umumnya, keadaan ekonomi nasional dan keadaan ekonomi calon debitor. Hal ini dimaksudkan agar dapat diketahui kedudukannya.
Sekalipun prinsip 5 C sebagaimana terurai di atas telah diterapkan, bukan berarti bahwa perjanjian kredit tersebut akan berlangsung sebagaimana diharapkan. Dalam praktek tidak jarang para debitor yang telah memperoleh kredit dalam jumlah besar bahkan menggunakan sindikasi-sindikasi bank, timbul itikad buruk untuk menghindari pembayaran kewajibannya.
Tipologi kredit bermasalah sebagaimana tergambar dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 31/147/Kep/Dir tanggal 12 November 1998, tentang Kualitas Kredit, yang menunjukkan unsur-unsur kredit bermasalah sebagai berikut (Mudrajad Kuncoro, 2002:468):
1. Kurang Lancar
-          terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 90 hari;
-          terdapat ceruka/overdraft yang berulang kali khususnya untuk menutupi kerugian operasional dan kekurangan arus kas;
-          hubungan debitor dengan bank memburuk dan informasi keuangan debitor tidak dapat dipercaya;
-          dokumentasi kredit kurang lengkap dan pengikatan agunan yang lemah;
-          pelanggaran terhadap persyaratan pokok kredit;
-          perpanjangan kredit untuk menyembunyikan kesulitan keuangan.
2. Diragukan
-          terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau  bunga yang telah melampaui 180 hari sampai dengan 270 hari;
-           terjadi overdraft yang bersifat permanen khususnya untuk menutupi kerugian operasional dan kekurangan arus kas;
-          hubungan debitor dengan bank memburuk dan informasi keuangan debitor tidak dapat dipercaya;
-          dokumentasi kredit kurang lengkap dan pengikatan agunan yang lemah;
-          pelanggaran yang prinsipil terhadap persyaratan pokok dalam perjanjian pokok;
3. Macet
-          terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau  bunga yang telah melampaui 270 hari;
-          dokumentasi kredit kurang lengkap dan/atau pengikatan agunan tidak ada;

F. Penyelamatan Kredit
Adapun upaya-upaya yang dilakukan dalam penyelesaian kredit macet adalah :
a.  Upaya penyelamatan kredit
Yang dimaksud dengan upaya bank untuk menyelamatkan kredit adalah upaya bank untuk melancarkan kembali kredit  yang sudah tergolong dalam kredit kurang lancar ”diragukan” untuk kembali menjadi ”kredit lancar” sehingga debitor kembali mempunyai kemampuan untuk membyar kembali, utangnya kepada bank disertai dengan biaya dan bunga.
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 26/4/BPP tanggal 29 Mei 1993 secara operasional penanganan penyelamatan kredit bermasalah dapat ditempuh melalui beberapa cara yaitu :
1.     Penjadwalan kembali (rescheduling) yaitu perubahan syarat kredit yang menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktunya;
2.     Persyaratan kembali  (reconditioning)  yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidk terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu dan atau persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo kredit;
3.     penataan kembali (restructuring) yaitu perubahan syarat-syarat kredit berupa penambahan dana bank dan/atau konvensi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru dan/.atau konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan yang disertai dengan penjadwalan kembali dan/atau persyaratan kembali.

b. Penagihan kredit
Dalam menghadapi kredit bermasalah maka pihak bank akan melakukan upaya-upaya penyelamatan kredit sebagaimana telah diuraikan di atas agar kredit bermasalah tersebut kembali menjadi lancar.
Apabila upaya penyelamatan kredit yang dilakukan oleh bank ternyata gagal, maka pada akhirnya kredit yang bersangkutan menjadi kredit macet. Setelah kredit dinyatatakan menjadi macet oleh bank, maka tindakan yang dapat dilakukan bank adalah melakukan tindakan penyelesaian atau penagihan kredit tersebut.
Adapun yang dimaksud dengan penyelesaian atau penagihan kredit macet adalah upaya bank untuk memperoleh kembali pembayaran dari debitor atas kredit bank yang telah menjadi macet.
Untuk melakukan penyelesaian atau penagihan atas kredit yang sudah pada tahap kualitas macet tersebut, maka dalam menangani kredit macet tersebut ditekankan melalui beberapa upaya yang lebig bersifat kelembagaan hukum yaitu di antaranya :
1.     eksekusi grosse akta pengakuan hutang dan barang jaminan;
2.     eksekusi  grosse akta hipotik/sertifikat hak tanggungan;
3.     bagi bank pemerintah melalui penyerahan penagihan piutang negara kepada BUPLN;
4.     melalui badan peradilan;
5.     melalui arbitrase atau badan alternatif penyelesaian sengketa;
6.     melalyu lembaga paksa badan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar