Jumat, 20 Juni 2014

PENGKREDITAN

PENGKREDITAN

Pada dasarnya, perkataan kredit kampir dikenal oleh seluruh masyarakat. Kata kredit sudah bukan lagi menjadi kata yang asing dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pengertian kehidupan masyarakat, kata kredit sering dipersamakan dengan pengertian pinjaman atau utang.
Secara etimologi, kata kredit berasal dari bahasa Yunani, yaitu : “Credere” yang berarti “kepercayaan”. Seorang yang memperoleh kredit berarti memperoleh suatu kepercayaan (Muhamad Djumhana2000 :365).
Pengertian kredit apabila ditinjau dari sudut ekonomi adalah suatu penundaan pembayaran dimana pengembalian atas penerimaan uang atau barang (prestasi) tidak dilakukan bersamaan pada saat menerimanya, akan tetapi pengembaliannya dilakukan pada saat tertentu yang akan  datang (Hasanuddin Rahman, 1998 : 34).
Haymind P. Kent (Thomas Suyatno, 1998 : 11) mengemukakan sebagai berikut :
“Kredit adalah hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu diminta atau pada waktu yang akan datang karena penyerahan barang-barang sekarang.

Pengertian kredit dikemukakan pula oleh J.A. Levy, yakni:
“Menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit. Penerima kredit berhak untuk mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman itu di belakang hari (Mariam Darus Badrulzaman, 1993 : 21).

Selain batas pengertian kredit yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas, pengertian kredit secara yuridis pun ditemukan dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 7 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang merumuskan pengertian kata kredit sebagai berikut :
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain. Yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Sejalan dengan pengertian di atas Munir Fuady (1996 : 2) mengemukakan bahwa kata “kredit” berarti kepercayaan, karena itu memberi mestilah disertai unsur saling percaya, yakni rasa saling percaya antara kreditur sebagai pemberi kredit dan debitur sebagai  penerima kredit. Akan tetapi dalam dunia bisnis, kepercayaan itu hanya semu belaka karena kenyatannya masih banyak pemberian kredit yang didasarkan kepercayaan itu menjadi macet.
Menurut Sutan Remy Sjahdeini (1993 : 158) bahwa yang dimaksud perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam uang antara bank dan nasabah debitor yang mewajibkan pihak nasabah (debitor) untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan sejumlah bunga dan pemberian hasil keuntungan. Sutan Remy Sjahdeini, (1993 : 45) mengemukakan pula bahwa dalam praktek sehari-hari persetujuan pemberian kredit dinyatakan dalam bentuk perjanjian tertulis baik dibawah tangan  maupun dihadapan notaris dan sebagai pengamanan bahwa pihak peminjam akan memenuhi kewajibannya, maka debitor akan menyerahkan jaminan/agunan.
Pengertian kredit yang ditentukan dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1998, yaitu:
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Sejalan dengan itu Tjiptonugroho (Sentosa Sembiring, 2000 : 51) mengemukakan bahwa :
“Intisari dari kredit sebenarnya adalah kepercayaan, suatu unsur yang harus dipegang sebagai benang merah melintasi falsafah perkreditan dalam arti sebenarnya, bagaimanapun bentuk, macam dan ragamnya dan dari manapun asalnya kepada siapapun diberikan.

Sedangkan O.P Simorangkir (Budi Untung, 2000 : 1) mengemukakan bahwa :
“Kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas prestasi (kontra prestasi) yang akan terjadi pada waktu yang akan datang. Kehidupan ekonomi modern adalah prestasi uang, yang dengan demikian transaksi kredit menyangkut uang sebagai alat kredit. Kredit berfungsi koperatis antara si pemberi kredit dan sipenerima kredit atau antara kreditor dan debitor. Mereka menarik keuntungan dan saling menanggung risiko. Singkatnya, kredit dalam arti luas didasarkan atas komponen kepercayaan, risiko, dan pertukaran ekonomi di masa mendatang”.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Menanggapi ketentuan dalam pasal tersebut, Abdulkadir Muhammad (2000 : 58) mengemukakan unsur-unsur esensial dalam konsep kredit sebagai berikut :
a.     Kepercayaan. Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap kredit bank, yaitu kredit yang diberikan itu dapat dikembalikan sesuai dengan persyaratan yang disepakati bersama;
b.     Agunan. Setiap kredit yang akan diberikan selalu disertai barang yang berfungsi sebagai jaminan bahwa kredit yang diterima oleh calon debitor pasti akan dilunasi dan ini akan meningkatkan kepercayaan pihak bank;
c.     Jangka waktu. Pengembalian kredit didasarkan pada jangka waktu tertentu yang layak, jangka waktu berakhir jika kredit dilunasi;
d.     Risiko. Jangka waktu pengembalian kredit mengandung risiko terhalang atau terlambat, atau macetnya pelunasan kredit;
e.     Bunga bank. Setiap pemberian kredit selalu disertai imbalan berupa bunga yang wajib dibayar oleh calon debitor dan ini merupakan keuntungan yang diterima oleh bank;
f.      Kesepakatan. Semua persyaratan pemberian kredit dan prosedur pengembalian kredit serta akibat hukumnya adalah hasil kesepakatan dan dituangkan dalam akta perjanjian yang disebut kontrak kredit.
Berkaitan dengan hal di atas berarti bahwa kredit hanya dapat diberikan kepada mereka yang dipercaya mampu mengembalikan kredit di kemudian hari. Jika dijabarkan lebih lanjut lagi bahwa pemenuhan kewajiban mengembalikan pinjaman itu sama artinya dengan kemampuan memenuhi prestasi suatu perikatan.


E. Kredit Bermasalah
Bank dalam setiap perjanjian kredit selaku kreditor percaya bahwa setiap debitor memiliki kemampuan memenuhi kewajibannya untuk melunasi segala hutang yang telah disepakati antara bank dengan debitor. Akan  tetapi, dalam kenyataannya tidak seperti yang diharapkan sebelumnya. Berbagai macam faktor di luar perhitungan atau jangkauan perkiraan dapat terjadi, sekalipun telah dilakukan analisis mendalam dan penuh kehati-hatian melalui verifikasi dan analisis kredit yang baik.
Timbulnya risiko yang tidak diharapkan ini menandakan bahwa kredit bermasalah tersebut adalah bagian dari kehidupan bisnis perbankan. Kredit bermasalah seringkali dipersamakan dengan kredit macet, padahal keduanya memiliki pengertian yang berbeda. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kolektibilitas macet ditambah dengan kredit-kredit yang memiliki kolektibilitas diragukan yang mempunyai potensi menjadi macet. Sedangkan kredit macet adalah kredit yang angsuran pokok dan bunganya tidak dapat dilunasi selama lebih dari 2 (dua) masa angsuran. Penyelesaian kredit  macet kemudian diserahkan kepada Pengadilan/KP2LN (Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara) atau diajukan tuntutan kepada Perusahaan Asuransi Kredit.
Dengan demikian, kredit macet merupakan kredit bermasalah, tetapi kredit bermasalah belum tentu atau tidak seluruhnya merupakan kredit macet. Dalam pada  itu, penyebab timbulnya kredit bermasalah sendiri menurut Soedrajad Djiwandono (Mudrajad Kuncoro, 2002:470) dapat disebabkan faktor internal dan eksternal. Faktor Internal antara lain disebabkan oleh kebijakan perkreditan yang kurang menunjang, kelemahan sistem dan prosedur penilaian kredit, pemberian dan pengawasan kredit yang menyimpang dari prosedur, itikad yang kurang baik dari pemilik, pengurus, dan pegawai bank. Sedangkan faktor eksternal antara lain disebabkan oleh lingkungan usaha debitor, musibah atau kegagalan usaha, persaingan antar bank yang tidak sehat.
Sehubungan dengan upaya penyelesaian kredit yang bermasalah sebagaimana dimaksudkan terdahulu, Retnowulan Sutantio (1996:245) mengemukakan bahwa baik kredit bermasalah maupun kredit macet tersebut diukur dari kolektibilitas kredit yang bersangkutan artinya kapan suatu kredit dikatakan bermasalah atau macet dapat dilihat dari kolektibilitasnya.
Kedudukan bank sebagai lembaga keuangan yang bergerak di bidang kredit berpengaruh besar terhadap lancar tidaknya arus lalu lintas pembayaran yang diperlukan dalam peningkatan pembangunan bidang ekonomi Indonesia. Sebagai lembaga keuangan yang melepaskan uangnya kepada masyarakat tentu bank berharap untuk dapat memperoleh keuntungan berupa bunga yang dibebankan pada saat perjanjian kredit terjadi.
Harapan itu baru akan terwujud dan menjadi kenyataan, apabila bank bertindak hati-hati, terutama dalam menentukan siapa yang patut diberi kredit dan berapa besar kredit yang diberikan, setelah mengetahui jaminannya.
Bank senantiasa menjaga bahwa perjanjian yang dibuat dengan debitor itu tidak cacat menurut hukum serta memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian. Apabila bank sejak dini sudah bertindak hati-hati, dapatlah diharapkan bahwa kredit yang diberikan oleh pihak kreditor kepada debitor terjamin pengembaliannya dalam jangka waktu yang ditentukan. Bila hal ini terjadi maka tujuan memperoleh profit akan tercapai sehingga segala sesuatu terlaksana sesuai yang diharapkan.
Bank dalam menyalurkan kreditnya selalu menerapkan prinsip 5 C, menurut Retnowulan Sutantio (1998, 319 : 320) yang dimaksud dengan 5 C itu adalah :
Character adalah kepribadian, moral, kejujuran calon debitor selalu harus diteliti seksama terutama dalam menghadapi debitor yang baru. Hal-hal yang perlu diteliti adalah sifat pribadi yang meliputi cara hidup, keadaan keluarga, riwayat dan nama baik calon debitor di masyarakat.
Capacity adalah kemampuan debitor dalam mengendalikan dan mengembangkan usahanya serta kesanggupannya dalam menggunakan kredit yang bakal diterimanya. Hal ini terkait dengan latar belakang pendidikan, pengalaman dan keadaan usahanya pada waktu permohonan kredit diajukan.
Capital adalah suatu modal yang dimiliki debitor pada waktu permohonan kredit diajukan. Keadaan perusahaan yang dikelolanya harus dinilai dengan cermat sebelum permohonan dikabulkan seluruhnya, sebagian atau ditolak sama sekali.
Colleteral adalah agunan atau jaminan berupa benda yang diberikan oleh calon debitor. Dengan jaminan ini maka bank akan lebih terjamin bahwa kredit yang diberikannya akan dapat diterima kembali pada waktu yang ditentukan.
Condition adalah keadaan ekonomi pada umumnya, keadaan ekonomi nasional dan keadaan ekonomi calon debitor. Hal ini dimaksudkan agar dapat diketahui kedudukannya.
Sekalipun prinsip 5 C sebagaimana terurai di atas telah diterapkan, bukan berarti bahwa perjanjian kredit tersebut akan berlangsung sebagaimana diharapkan. Dalam praktek tidak jarang para debitor yang telah memperoleh kredit dalam jumlah besar bahkan menggunakan sindikasi-sindikasi bank, timbul itikad buruk untuk menghindari pembayaran kewajibannya.
Tipologi kredit bermasalah sebagaimana tergambar dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 31/147/Kep/Dir tanggal 12 November 1998, tentang Kualitas Kredit, yang menunjukkan unsur-unsur kredit bermasalah sebagai berikut (Mudrajad Kuncoro, 2002:468):
1. Kurang Lancar
-          terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 90 hari;
-          terdapat ceruka/overdraft yang berulang kali khususnya untuk menutupi kerugian operasional dan kekurangan arus kas;
-          hubungan debitor dengan bank memburuk dan informasi keuangan debitor tidak dapat dipercaya;
-          dokumentasi kredit kurang lengkap dan pengikatan agunan yang lemah;
-          pelanggaran terhadap persyaratan pokok kredit;
-          perpanjangan kredit untuk menyembunyikan kesulitan keuangan.
2. Diragukan
-          terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau  bunga yang telah melampaui 180 hari sampai dengan 270 hari;
-           terjadi overdraft yang bersifat permanen khususnya untuk menutupi kerugian operasional dan kekurangan arus kas;
-          hubungan debitor dengan bank memburuk dan informasi keuangan debitor tidak dapat dipercaya;
-          dokumentasi kredit kurang lengkap dan pengikatan agunan yang lemah;
-          pelanggaran yang prinsipil terhadap persyaratan pokok dalam perjanjian pokok;
3. Macet
-          terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau  bunga yang telah melampaui 270 hari;
-          dokumentasi kredit kurang lengkap dan/atau pengikatan agunan tidak ada;

F. Penyelamatan Kredit
Adapun upaya-upaya yang dilakukan dalam penyelesaian kredit macet adalah :
a.  Upaya penyelamatan kredit
Yang dimaksud dengan upaya bank untuk menyelamatkan kredit adalah upaya bank untuk melancarkan kembali kredit  yang sudah tergolong dalam kredit kurang lancar ”diragukan” untuk kembali menjadi ”kredit lancar” sehingga debitor kembali mempunyai kemampuan untuk membyar kembali, utangnya kepada bank disertai dengan biaya dan bunga.
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 26/4/BPP tanggal 29 Mei 1993 secara operasional penanganan penyelamatan kredit bermasalah dapat ditempuh melalui beberapa cara yaitu :
1.     Penjadwalan kembali (rescheduling) yaitu perubahan syarat kredit yang menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktunya;
2.     Persyaratan kembali  (reconditioning)  yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidk terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu dan atau persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo kredit;
3.     penataan kembali (restructuring) yaitu perubahan syarat-syarat kredit berupa penambahan dana bank dan/atau konvensi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru dan/.atau konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan yang disertai dengan penjadwalan kembali dan/atau persyaratan kembali.

b. Penagihan kredit
Dalam menghadapi kredit bermasalah maka pihak bank akan melakukan upaya-upaya penyelamatan kredit sebagaimana telah diuraikan di atas agar kredit bermasalah tersebut kembali menjadi lancar.
Apabila upaya penyelamatan kredit yang dilakukan oleh bank ternyata gagal, maka pada akhirnya kredit yang bersangkutan menjadi kredit macet. Setelah kredit dinyatatakan menjadi macet oleh bank, maka tindakan yang dapat dilakukan bank adalah melakukan tindakan penyelesaian atau penagihan kredit tersebut.
Adapun yang dimaksud dengan penyelesaian atau penagihan kredit macet adalah upaya bank untuk memperoleh kembali pembayaran dari debitor atas kredit bank yang telah menjadi macet.
Untuk melakukan penyelesaian atau penagihan atas kredit yang sudah pada tahap kualitas macet tersebut, maka dalam menangani kredit macet tersebut ditekankan melalui beberapa upaya yang lebig bersifat kelembagaan hukum yaitu di antaranya :
1.     eksekusi grosse akta pengakuan hutang dan barang jaminan;
2.     eksekusi  grosse akta hipotik/sertifikat hak tanggungan;
3.     bagi bank pemerintah melalui penyerahan penagihan piutang negara kepada BUPLN;
4.     melalui badan peradilan;
5.     melalui arbitrase atau badan alternatif penyelesaian sengketa;
6.     melalyu lembaga paksa badan.


Rabu, 04 Juni 2014

Goa Rancang Kencono Yogyakarta

Goa Rancang Kencono Yogyakarta

Ngomongin soal objek wisata Goa Rancang Kencono, gak akan terlepas dengan objek wisata Air Terjun Sri Gethuk. Karena memang 2 objek wisata ini berada satu tempat objek wisata yang terdapat di Desa Bleberan. Sebenernya kemaren si cuma pengen ke Air Terjunnya aja, tapi karna biaya masuk ke Goa Rancang Kencono sudah termasuk biaya ke Air terjun ya apa salahnya sekalian mampir ke Goa tersebut..hhe :lol:
Goa Rancang Kencono Yogyakarta
Goa Rancang Kencono terletak di Dusun Menggoran Desa Bleberan Kecamatan Playen Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Goa yang diperkirakan sudah berusia lebih dari 2 abad ini pernah dijadikan sebagai spot persembunyian dan pertempuran pasukan mataram pada saat usaha untuk mengusir penjajah belanda dari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Karena digunakan untuk merancang strategi demi tujuan mulia maka gua ini dinamakan Gua Rancang Kencono.
Bersama teman-teman yang lain, Ane berangkat dari Kota Jogja sekitar jam 10.30 Wib. Perjalanan memakan waktu kurang lebih 1,5 jam untuk sampai dilokasi.  Uniknya dari Goa Rancang Kencono adalah pada saat kita memasuki Goa, kita akan melihat sebuah pohon besar yang berada tepat ditengah-tengah mulut Goa tersebut. Dan menurut Ane hal inilah yang paling menarik wisatawan saat berada disana.
Goa Rancang Kencono Yogyakarta
Dilokasi wisata Goa Rancang Kencono juga terdapat anak-anak kecil yang menyewakan senter untuk penerangan didalam Goa, namun Ane kemaren gak berminat masuk kedalam Goa, karna pada saat itu banyak wisatawan yang masuk kedalam sedangkan lorong-lorongnya sangat sempit dan pengap, kebetulan juga tujuan utama kita yaitu ke Air Terjun Sri Gethuk, jadi hanya lihat-lihat sebentar aja di Goa Rancang Kencono.
Well, tapi serru juga bisa luangin waktu ke Goa ini, Ane kira goanya biasa-biasa aja kayak goa-goa pada umumnya, eh ternyata Goa Rancang Kencono ini memiliki keunikan tersendiri yang membuat Ane kagum dengan kehadiran Pohon besar yang menghiasinya. Rasanya tuh kayak mistis-mistis romantis gimanaa gitu..hhe :lol: kalo ada dibawah Pohon besar itu. Udah puas ngebolang di Goa Rancang Kencono,

tampak pohon berusia 3 abad persis di mulut goa

Goa Rancang Kencana terkadang masih dipakai untuk bersemedi sekedar mencari tuah ataupun petunjuk hidup. Namun sudah jarang digunakan sebagai tempat bersemedi semenjak dibuka menjadi objek wisata pada tahun 2009. Tempat ini dapat digunakan sebagai areal perkemahan, tempat makrab (malam kearaban, prosesi setelah ospek), penelitian, atau acara outdoor lainnya. Jika berminat menggunakan areal ini untuk acara tersebut, sebaiknya menghubungi pihak yang terkait untuk mengurus perijinan dan lain lain. Bambang memberi informasi lagi, “Tahun 2001 kemarin ditemukan fosil manusia purba di dalam goa ini, peneliti dari UGM yang menemukan. Umur fosilnya kurang lebih 3000 tahun, mas.”

cahaya masih masuk hingga ke ruang pertama
Goa ini terdiri dari 3 ruangan. Ruangan pertama merupakan ruang masuk ke dalam goa ini. Di depan ruang ini terdapat pohon besar yang berusia kurang lebih 3 abad. Ruang kedua adalah ruang yang berfungsi sebagai penghubung antara ruang utama dengan mulut goa. Di ruang kedua terdapat sebuah wadah dari batu yang berfungsi menaruh sesaji jika hendak bersemedi. Di ruang ketiga atau ruangan yang paling dalam sekaligus ruangan utama, biasa digunakan sebagai tempat bersemedi. Di ruang ketiga terdapat sebuah tulisan yang disebut sebagai prasati oleh penduduk sekitar.
tempat sesaji yang terletak di ruang kedua

Prasasti yang terletak di ruang ketiga dalam goa ini menggunakan bahasa Indonesia. Bahkan ada gambar bendera merah putih dan ditemani oleh dua gambar burung garuda sesuai dengan lambang negara. Uniknya lagi, di ruang ketiga terdapat semacam dinding yang konon menjadi pintu untuk pergi ke gunung merapi. Prasasti yang bernama Prasetya Bhinnekaku dibuat persis di dinding tersebut. “Dinding ini pintu gaib yang dipake oleh Sultan atau orang-orang pintar jaman dulu kalo mau pergi ke Merapi, bentuknya sedikit cekung masuk ke dalam. Disampingnya ini ada semacam simbol kuncinya. Bentuknya dari batu”, pemandu wisata kami berbicara sambil menunjukkan lokasi batu yang disebut sebagai kunci. Jika penasaran dengan bentuk batu yang menjadi kunci, silahkan datang dan melihat langsung ke goa ini.

Entah sejak kapan mitos perihal pintu gaib ini bergulir. Kebenarannya pun masih disangsikan oleh para wisatawan, termasuk saya sendiri. Perlu sebuah kajian khusus yang melibatkan orang-orang pintar untuk menggali informasi mengenai keberadaan pintu gaib tersebut. Melihat sebuah prasasti yang ditanam tepat di mulut pintu maka saya memberanikan diri untuk berasumsi bahwa pintu gaib ini sudah tak lagi dipergunakan.

prasasti Prasetya Bhinnekaku yang menjadi harta karun tersembunyi
Seperti halnya goa alami lain, di goa ini juga terdapat penunggu gaib. “Beberapa minggu kemarin dipakai buat syuting acara misteri gitu, mas. Yang judulnya ada Mister Tukulnya gitu. Katanya mereka yang ngerti sih penunggu disini auranya positif, jadi ndak suka ganggu.” pemandu kami memberi penjelasan singkat.
Hal-hal mistis memang masih melekat dengan kehidupan orang Indonesia. Berbagai kisah-kisah yang tak bisa dijelaskan oleh akal sehat sudah menjadi makanan pokok bangsa ini. Selain aroma mistisnya yang cukup kental, tempat ini merupakan saksi bisu perjuangan pahlawan dalam berjuang melawan penjajah. Harta karun terbesarnya adalah Prasasti Prasetya Bhinnekaku, yang tentu saja telah berhasil merekam percikan semangat nasionalisme yang dilahirkan di dalam goa ini.

garuda lain yang terletak di dinding ruang ketiga

Adanya mitos mengenai pintu gaib menuju merapi membuat siapapun yang mendengarnya akan tertawa terbahak. Namun bila kita menelaah kembali sejarah yang selalu terlupakan, adakalanya mitos atau cerita rakyat memang suatu kisah yang benar-benar pernah terjadi.

http://eibidiei.wordpress.com/2013/03/19/goa-rancang-kencono-yogyakarta/
http://ulasanasal.blogspot.com/2012/11/goa-rancang-kencana-portal-gaib-menuju.html

Rabu, 07 Mei 2014

tugsas sofskill pengertian e-Banking

Pengertian e-Banking (Elektronik Banking)

A. Pengertian E-Banking (Elektronik Banking)
E-banking dapat di definisikan sebagai jasa dan produk bank secara langsung kepada nasabah melalui elektronik, saluran komunikasi interaktif. E-Banking meliputi sistem yang memungkinkan nasabah bank, baik individu ataupun bisnis, untuk mengakses rekening, melakukan transaksi bisnis, atau mendapatkan informasi produk dan jasa bank melalui jaringan pribadi atau publik, termasuk internet. Nasabah dapat mengakses e-banking melalui piranti pintar elektronis seperti komputer/PC, laptop, PDA, ATM, atau telefon. Marilah kita pelajari satu persatu saluran dari e-Banking yang telah diterapkan bank-bank di Indonesia sebagai berikut :
1. Internet Banking, ini termasuk saluran teranyar e-Banking yang memungkinkan nasabah melakukan transaksi via internet dengan menggunakan komputer/PC atau PDA. Fitur transaksi yang dapat dilakukan sama dengan Phone Banking yaitu informasi jasa/produk bank, informasi saldo rekening, transaksi pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (a.l. kartu kredit, listrik, dan telepon), pembelian (a.l. voucher dan tiket), dan transfer ke bank lain. Kelebihan dari saluran ini adalah kenyamanan bertransaksi dengan tampilan menu dan informasi secara lengkap tertampang di layar komputer/PC atau PDA.
2. SMS/m-Banking, saluran ini pada dasarnya evolusi lebih lanjut dari Phone Banking, yang memungkinkan nasabah untuk bertransaksi via HP dengan perintah SMS. Fitur transaksi yang dapat dilakukan yaitu informasi saldo rekening, pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (a.l. kartu kredit, listrik, dan telepon), dan pembelian voucher. Untuk transaksi lainnya pada dasarnya dapat pula dilakukan, namun tergantung pada akses yang dapat diberikan bank. Saluran ini sebenarnya termasuk praktis namun dalam prakteknya agak merepotkan karena nasabah harus menghapal kode-kode transaksi dalam pengetikan sms, kecuali pada bank yang melakukan kerjasama dengan operator seluler, menyediakan akses banking menu – Sim Tool Kit (STK) pada simcardnya.
3. Phone Banking, ini adalah saluran yang memungkinkan nasabah untuk melakukan transaksi dengan bank via telepon. Pada awalnya lazim diakses melalui telepon rumah, namun seiring dengan makin populernya telepon genggam/HP, maka tersedia pula nomor akses khusus via HP bertarif panggilan flat dari manapun nasabah berada. Pada awalnya, layanan Phone Banking hanya bersifat informasi yaitu untuk informasi jasa/produk bank dan informasi saldo rekening serta dilayani oleh Customer Service Operator/CSO. Namun profilnya kemudian berkembang untuk transaksi pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (a.l. kartu kredit, listrik, dan telepon), pembelian (a.l. voucher dan tiket), dan transfer ke bank lain; serta dilayani oleh Interactive Voice Response (IVR). Fasilitas ini boleh dibilang lebih praktis ketimbang ATM untuk transaksi non tunai, karena cukup menggunakan telepon/HP di manapun kita berada, kita bisa melakukan berbagai transaksi, termasuk transfer ke bank lain.
4. ATM, Automated Teller Machine atau Anjungan Tunai Mandiri, ini adalah saluran e-Banking paling populer yang kita kenal. Setiap kita pasti mempunyai kartu ATM dan menggunakan fasilitas ATM. Fitur tradisional ATM adalah untuk mengetahui informasi saldo dan melakukan penarikan tunai. Dalam perkembangannya, fitur semakin bertambah yang memungkinkan untuk melakukan pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (a.l. kartu kredit, listrik, dan telepon), pembelian (a.l. voucher dan tiket), dan yang terkini transfer ke bank lain (dalam satu switching jaringan ATM). Selain bertransaksi melalui mesin ATM, kartu ATM dapat pula digunakan untuk berbelanja di tempat perbelanjaan, berfungsi sebagai kartu debit. Bila kita mengenal ATM sebagai mesin untuk mengambil uang, belakangan muncul pula ATM yang dapat menerima setoran uang, yang dikenal pula sebagai Cash Deposit Machine/CDM. Layaklah bila ATM disebut sebagai mesin sejuta umat dan segala bisa, karena ragam fitur dan kemudahan penggunaannya.
Di balik kemudahan e-Banking tersimpan pula risiko, untuk itu diperlukan pengaman yang baik. Lazimnya untuk ATM, nasabah diberikan kartu ATM dan kode rahasia pribadi (PIN); sedangkan untuk Phone Banking, Internet Banking, dan SMS/m-Banking, nasabah diberikan kode pengenal (userid) dan PIN. Sebagai pengaman tambahan untuk internet banking, pada bank tertentu diberikan piranti tambahan untuk mengeluarkan PIN acak/random. Sedangkan untuk SMS Banking, nasabah diminta untuk meregistrasikan nomor HP yang digunakan.
Dengan beragamnya kemudahan transaksi via e-Banking, kini pilihan ada di tangan kita untuk memanfaatkannya atau tidak. Namun mengingat tidak semua bank menyediakan layanan-layanan tersebut, maka seberapa pintarkah bank kita? Untuk dapat bertransaksi pintar, kini saatnya memilih bank pintar kita, tentunya sesuai kebutuhan transaksi.

Jumat, 28 Maret 2014

Tugas Softskill Pengertian BPR dan BPD



Bank Perkreditan Rakyat (BPR)



Pengertian

1.    BPR adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersa­makan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR.

2.    Status BPR diberikan kepada Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dengan memenuhi persyaratan tatacara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

3.    Ketentuan tersebut diberlakukan karena mengingat bahwa lembaga-lembaga tersebut telah berkembang dari lingkungan masyarakat Indonesia, serta masih diperlukan oleh masyarakat, makd keberadaan lembaga dimaksud diakui. Oleh karena itu, UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 memberikan kejelasan status lembaga-lembaga dimaksud. Untuk menjamin kesatuan can keseragaman dalam pembinaan dan pengawasan, maka persya-ratan dan tatacara pemberian status lembaga-lembaga dimaksud ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.


Asas BPR

Dalam melaksanakan usahanya BPR berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Demokrasi ekonomi adalah sistem ekonomi Indonesia yang dijalankan sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 yang memiliki 8 ciri positif sebagai pendukung dan 3 ciri negatif yang harus dihindari (free fight liberal­ism, etatisme, dan monopoli).

Fungsi BPR
Penghimpun dan penyalur dana masyarakat.

Tujuan BPR

Menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, penumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.

Sasaran BPR
Melayani kebutuhan petani, peternak, nelayan, pedagang, pengusaha kecil, pega­wai, dan pensiunan karena sasaran ini belum dapat terjangkau oleh bank umum dan untuk lebih mewujudkan pemerataan layanan perbankan, pemerataan kesem­patan berusaha, pemerataan pendapatan, dan agar mereka tidak jatuh ke tangan para pelepas uang (rentenir dan pengijon).

Usaha BPR

Usaha BPR meliputi usaha untuk menghimpun dan menyalurkan dana dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Keuntungan BPR diperoleh dari spread effect dan pendapatan bunga. Adapun usaha-usaha BPR adalah :

1.   Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2.   Memberikan kredit.
3.   Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
4.   Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. SBI adalah sertifikat yang ditawarkan Bank Indonesia kepada BPR apabila BPR mengalami over likuiditas.

Usaha yang Tidak Boleh Dilakukan BPR

Ada beberapa jenis usaha seperti yang dilakukan bank umum tetapi tidak boleh dilakukan BPR. Usaha yang tidak boleh dilakukan BPR adalah :
1.   Menerima simpanan berupa giro.
2.   Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
3.   Melakukan penyertaan modal dengan prinsip prudent banking dan concern terhadap layanan kebutuhan masyarakat menengah ke bawah.
4.   Melakukan usaha perasuransian.
5.   Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud dalam usaha BPR.

Alokasi Kredit BPR

Dalam mengalokasikan kredit, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh BPR, yaitu :

1.    Dalam memberikan kredit, BPR wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian.

2.   Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada peminjam atau seke­lompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan BPR tersebut. Batas maksimum tersebut adalah tidak melebihi 30% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.

3.   Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya, serta perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan pihak pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya. Batas maksimum tersebut tidak melebihi 10% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.

Perijinan BPR

1    Usaha BPR harus mendapatkan ijin dari Menteri Keuangan, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat diatur dengan undang-undang tersendiri.

2.   Ijin usaha BPR diberikan Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.

3.   Untuk mendapatkan ijin usaha, BPR wajib memenuhi persyaratan tentang susunan organisasi, permodalan, kepemilikan, keahlian di bidang perbankan, kelayakan rencana kerja, hal-hal lain yang ditetapkan Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia, dan memenuhi persyaratan tentang tempat kedudukan kantor pusat BPR di kecamatan. BPR dapat pula didirikan di ibukota kabupaten atau kotamadya sepanjang di ibukota kabupaten Jan Kotamadya belum terdapat BPR.

4.   Pembukaan kantor cabang BPR di ibukota negara, ibukota propinsi, ibukota kabupaten, dan kotamadya hanya dapat dilakukan dengan ijin Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia. Persyaratan dan tatacara pembukaan kantor tersebut ditetapkan Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.

5.   Pembukaan kantor cabang BPR di luar ibukota negara, ibukota propinsi, ibukota Kabupaten, dan kotamadya serta pembukaan kantor di bawah kantor cabang BPR wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia. Persyaratan dan tatacara pembukaan kantor tersebut ditetapkan Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.

6.   BPR tidak dapat membuka kantor cabangnya di luar negeri karena BPR dilarang rnelakukan kegiatan usaha dalam valuta asing (transaksi valas).

Bentuk Hukum BPR

Bentuk hukum BPR dapat berupa Perusahaan Daerah (Badan Usaha Milik Daerah), Koperasi Perseroan Terbatas (berupa saham atas nama), dan bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Kepemilikan BPR

1.   BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, pemerintah daerah, atau dapat dimiliki bersama di antara warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, dan pemerintah daerah.
2.   BPR yang berbentuk hukum koperasi, kepemilikannya diatur berdasarkan ketentuan dalam undang-undang tentang perkoperasian yang berlaku.
3.   BPR yang berbentuk hukum perseroan terbatas, sahamnya hanya dapat diterbitkan dalam bentuk saham atas nama.
4.   Perubahan kepemilikan BPR wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia.
5.   Merger dan konsolidasi antara BPR, serta akuisisi BPR wajib mendapat ijin Merited Keuangan sebelumnya setelah mendengar pertimbangan Bank Indo­nesia. Ketentuan mengenai merger, konsolidasi, dan akuisisi ditetapkan clengan Peraturan Pemerintah.

Pembinaan dan Pengawasan BPR

Fungsi Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas bank pada umumnya. (baca UU Pokok Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 Bab V Pembinaan dan Pengawasan Pasal 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, dan 37).

Pengawasan Bank Indonesia terhadap BPR meliputi :
1.   pemberian bantuan dan layanan perbankan kepada lapisan masyarakat yang rendah yang tidak terjangkau bantuan dan layanan bank umum, yaitu dengan memberikan pinjaman kepada pedagang/pengusaha kecil di desa dan di pasar agar tidak terjerat rentenir dan menghimpun dana mayarakat.
2.   membantu pemerintah dalam ikut mendidik masyarakat guna memahami pola nasional dengan adanya akselerasi pembangunan.
3.   penciptaan pemerataan kesempatan berusaha bagi masyarakat.

Dalam melakukan pengawasan akan terjadi beberapa kesalahan, yaitu :
1.   organisasi dan sistem manajemen, termasuk di dalamnya perencanaan yang dite-tapkan.
2.   kekurangan tenaga trampil dan profesional.
3.   mengalami kesulitan likuiditas.
4.   belum melaksanakan fungsi BPR sebagaimana mestinya (sesuai UU).

Pengaturan dan Pembagian Tugas BPR, KUD, dan BRI

1.   BPR yang terdapat di daerah pedesaan sebagai pengganti Bank Desa, kedu­dukannya ditingkatkan ke kecamatan dan diadakan penggabungan Bank Desa yang ada dan kegiatannya diarahkan kepada layanan kebutuhan kredit kecil untuk pengusaha, pengrajin, pedagang kecil, atau kepada mereka yang tinggal dan berusaha di desa tersebut tetapi tidak atau belum menjadi anggota KUD dan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

2.   KUD bekerja sebagai lembaga perkreditan kecil di desa yang memberikan pinjaman kepada petani, peternak, dan nelayan yang menjadi anggotanya. Dana untuk pemberian kredit berasal dari dana yang dihimpun dari anggota KUD dan kredit yang disalurkan oleh BRI dan BI.

3.   BPR yang terdapat di daerah perkotaan adalah Bank Pasar, Bank Pegawai, atau bank yang sejenis yang melayani kebutuhan kredit pengusaha dan pedagang kecil di pasar dan di kampung. Sumber pembiayaan kredit ini adalah berasal dari dana masyarakat yang dihimpun dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

4.   BRI melayani langsung kredit yang relatif besar atau kredit yang dipinjamkan kepada pengusaha menengah di pedesaan atau di perkotaan.

 
Masalah yang dihadapi BPR

1.   Apakah Bank Desa atau Bank Kredit Desa dalam satu kecamatan harus merger, apakah Bank Kredit Desa mampu menyesuaikan permodalannya menjadi Rp 50 juta, siapakah yang akan mengelolanya?
2.   Apakah ada penampungan bagi lembaga keuangan selain yang termasuk dalam kategori BPR dan apakah mampu lembaga keuangan selain yang termasuk dalam BPR menyesuaikan permodalannya menjadi Rp50 juta?
3.   Kesulitan bagi lembaga keuangan selain yang termasuk dalam BPR dan tidak menjalan-kan fungsinya sebagai BPR, serta tidak mampu menjadi bank umum apabila harus menciutkan usahanya dan pindah ke kota lain.
4.   Apabila harus pindah ke kota lain maka ada kesulitannya yaitu terganggunya pangsa pasar dan kemungkinan timbulnya pengangguran karyawan.
5.   Apabila harus pindah ke kota lain maka ada kesulitannya yaitu dengan adanya BPR milik pemerintah daerah.
6.   Adanya pendatang BPR akan menambah persaingan menjadi semakin ketat.


 Bank Pembangunan Daerah (BPD)



Sejarah BPD

Dalam bidang pembangunan, pemerintah pada 25 Mei 1960 mendirikan Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dengan tugas utama untuk membantu pemerintah dalam membiayai usaha-usaha pembangunan nasional. Sebelumnya, fungsi bank pembangunan telah dijalankan oleh Bank Industri Negara (BIN) yang kemudian fungsinya dimasukkan ke dalam Bapindo pada 17 Agustus 1960. Selain Bapindo, pemerintah juga membentuk Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang ketentuannya diatur dalam UU No. 13/1962. Bank ini didirikan dengan tujuan untuk membantu melaksanakan pembangunan yang merata ke seluruh daerah di Indonesia.

Dengan UU No. 13/1962 ditetapkan ketentuan-ketentuan pokok bank pembangunan daerah (BPD). Mengenai kedudukan kelembagaannya, BPD berada di dalam lingkungan Depdagri, sedangkan untuk aspek teknis perbankan dan teknis perusahaannya, bank-bank tersebut mendapat pengawasan dan bimbingan dari BI dan Bapindo. Syarat-syarat pembukaan kantor-kantor cabang dan perwakilan serta BPD ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri UBS No. 6/63/Kep/MUBS tertanggal 17 April 1963. Jumlah BPD berkembang dari 2 bank pada tahun 1959 menjadi 22 bank pada tahun 1965. Jumlah kantor cabang juga berkembang dari satu cabang (1959) menjadi 17 cabang (1965).

Peran BPD

Bank Pembangunan Daerah (BPD) sebagai salah satu bank yang ada pada sistem perbankan nasional memiliki fungsi dan peran yang signifikan dalam konteks pembangunan ekonomi regional karena BPD mampu membuka jaringan pelayanan di daerah-daerah dimana secara ekonomis tidak mungkin dilakukan oleh bank swasta.

Undang-Undang No. l3 tahun 1962 tentang asas-asas Ketentuan Bank Pembangunan Daerah mengatakan bahwa BPD berkerja sebagai pengembangan perekonomian daerah dan menggerakkan pembangunan ekonomi daerah untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat serta menyediakan pembiayaan  keuangan pembangunan di daerah, menghimpun dana serta melaksanakan dan menyimpan kas daerah (pemegang / penyimpanan kas daerah) disamping menjalankan kegiatan bisnis perbankan (Hasan, Anuar, dan Ismail 2010).

Sementara itu KEPMENDAGRI No. 62 Tahun 1999 tentang pedoman organisasi dan tata kerja bank pembangunan daerah pasal 2 juga mengatakan bahwa BPD dibangun adalah untuk mengembangkan perekonomian dan menggerakkan pembangunan daerah melalui kegiatan BPD sebagai Bank.

  
 Jumlah BPD di Indonesia

Sampai saat ini ada 26 BPD yang ada di Indonesia, rata-rata setiap provinsi mempunyai satu BPD tetapi ada juga BPD yang harus melayani dua provinsi. Nama 26 BPD di Indonesia adalah: 

  1. Bank BPD Aceh
  2. Bank Sumut
  3. Bank Riau
  4. Bank Sumatera Barat
  5. Bank Jambi
  6. Bank Sumsel
  7. Bank Bengkulu
  8. Bank Lampung
  9. Bank DKI
  10. Bank Jabar Banten
  11. Bank Jateng
  12. Bank BPD DIY
  13. Bank Jatim
  14. Bank Kalbar
  15. Bank Kalsel
  16. Bank Pembangunan Kalteng
  17. Bank Kaltim
  18. Bank Sulsel
  19. Bank Sulteng
  20. Bank BPD Sultra
  21. Bank Sulut
  22. Bank BPD Bali
  23. Bank BPD NTB
  24. Bank NTT
  25. Bank Maluku
  26. Bank Papua

Referensi

Hasan, Amir dan Khaerul Anuar dan Ghafar Ismail. 2010. Studi Pengaruh Makro Ekonomi, Capital, dan Liquidity Terhadap Financial Performance Pada Bank Pembangunan Daerah Di Indonesia Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah. Universitas Riau, University Kebangsaan.